Mas kawin atau mahar merupakan salah satu hal terpenting dalam sebuah pernikahan, yaitu pemberian yang diberikan suami kepada istri dengan kerelaan.
Perintah untuk memberikan mahar atau mas kawin ini juga tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4.
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 4)
Sedangkan besaran mas kawin itu sendiri disesuaikan dengan kadar yang pantas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kawinilah mereka dengan seijin keluarga mereka dan berikanlah mas kawin mereka sesuai dengan kadar yang pantas, karena mereka adalah perempuan – perempuan yang memelihara diri.” (Q.S. al-Nisa’: 25)
Namun, mahar juga tidak boleh memberatkan kepada calon suami dan harus disesuaikan dengan kadar kemampuan calon suami.
Rasulullah saw bersabda: “Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling ringan mas kawinnya” (HR. Hakim dan Baihaki)
Meski begitu, tetap disarankan untuk memberikan mahar berupa benda yang berharga atau memiliki nilai supaya mahar tersebut bisa digunakan oleh istri sebagai cadangan untuk nafkah ketika sesuatu terjadi pada suaminya dan menyebabkan ia jadi tidak bisa menafkahi istrinya. Misalnya, di masa lalu jika sang suami pergi berperang selama beberapa bulan, maka ia tidak bisa menafkahi istrinya.
Rasulullah sendiri memberi mas kawin kepada istri-istrinya berupa Uqiyah yang nilainya setara lima ratus dirham.
Dari Siti Aisyah ketika ditanya, berapa mas kawin Rasulullah saw? Siti Aisyah menjawab: “Mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya adalah dua belas setengah Uqiyah (nasya’ adalah setengah Uqiyah) yang sama dengan lima ratus dirham. Itulah mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya” (HR. Muslim).
Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa mas kawin yang diberikan kepada istri sebaiknya benda yang berharga atau memiliki nilai sebagai penghormatan kepada istri dan keluarganya, juga sebagai cadangan harta bagi sang istri jika terjadi sesuatu yang menyebabkan suami tidak bisa memberi nafkah.
Namun, kita juga tidak perlu menentukan besaran jumlah mahar tertentu agar bisa memenuhi kadar kepantasan. Yang terpenting adalah jumlah mahar tersebut tidak memberatkan bagi suami dan juga dapat diterima dengan ikhlas oleh istri dan keluarganya.
Sumber : http://www.dailymoslem.com
loading...
0 Response to "Mahar Atau Mas Kahwi Apakah Yang Dianjurkan Dalam Islam"
Post a Comment